Nikah - Arman Dhani


Tolstoy bilang 'What counts in making a happy marriage is not so much how compatible you are but how you deal with incompatibility.' Tapi saya kira menikah bukan soal bahagia. Menikah soal menghadapi malam-malam sepi dengan seseorang yang bisa kamu percayai. Lantas jika satu orang tak cukup dan kau kebetulan beragama islam, kau boleh melakukan poligami. Itupun jika punya cukup nyali.
Tahun 2007 Pemerintah Indonesiaa digugat melalui sidang uji materiil UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). eSaat itu seorang warga menggugat bahwa semestinya poligami itu hak semua agama, tidak eksklusif milik islam saja. Tentu gugatan ini lantas digagalkan.
Konon saat itu ada yang berkata bahwa poligami itu bisa mengurangi angka perceraian. Ini tentu sebuah klaim yang aduhai. Melalui Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama, Nasyarudin Umar, menolak klaim ini. Poligami justru merupakan biang kerok perceraian di Indonesia. Data yang ada menunjukkan poligami justru menjadi salah satu penyebab utama perceraian.
Menurut catatan dari Pengadilan Agama di seluruh Indonesia, pada 2004, terjadi 813 perceraian akibat poligami. Pada 2005, angka itu naik menjadi 879 dan pada 2006 melonjak menjadi 983. Poligami juga menyebabkan terlantarnya perempuan dan anak-anak. Syarat ijin istri yang harus diperoleh seorang pria untuk berpoligami seperti yang diatur dalam UU Perkawinan, kata Nasyaruddin, dimaksudkan untuk menghindari dampak buruk akibat poligami.
Data Biro Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tentang perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan. Pada 2007 jumlah laki-laki sebanyak 50,2 persen, sebanding dengan jumlah perempuan sebesar 49,2 persen dari total populasi Indonesia. Berdasarkan data itu poligami yang seringkali dikatakan dilakukan untuk mengatasi jumlah perempuan yang lebih banyak dari laki-laki, sama sekali tidak beralasan.
Dari jumlah perempuan yang 49,2 persen itu, banyak didominasi oleh janda cerai dan yang ditinggal mati suaminya. Jadi, kalau mau poligami, lebih baik dengan janda-janda itu, jangan dengan perempuan belum menikah.
Sebuah studi pada tahun 2007 yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebutkan sebab perceraian adalah tekanan ekonomi (23%), diikuti oleh pertengkaran domestik (19%), ketidakcocokan (19%), campur tangan saudara (14%), kekerasan (12%), perzinaan (8%), and masalah seksual (3.6%). Akan tetapi angka ini hanya berdasarkan atas 109 kasus,
Masih dari data dari kementrian agama. Pada 2008 penyebab tertinggi perceraian adalah ketidakcocokan (karena perzinahan) – 54000 kasus, ketidak harmonisan – 46000, kesulitan ekonomi – 24000, campur tangan saudara – 9000, krisis keluarga – 4700
pernikahan paksa – 1700, kekerasan domestik – 900
poligami – 879, cacat biologis (seperti kemandulan) – 580, pernikahan dini – 284, hukuman penjara- 150 dan perbedaan pandangan politik – 157.
Angka perceraian melonjak dari rata-rata 20.000 per tahun menjadi lebih dari 200.000 per tahun selama sepuluh tahun terakhir pada 2008 dan kini pada 2016 angka perceraian itu makin meningkat. Karena poligami? Oh tidak, perceraian karena pandangan politik justru mulai meningkat.
Tahun 2009 : menikah 2.162.268 kejadian, cerai 216.286 kejadian. Tahun 2010 : menikah 2.207.364 kejadian, cerai 285.184 kejadian. Tahun 2011 : menikah 2.319.821 kejadian, cerai 258.119 kejadian. Tahun 2012 : menikah 2.291.265 kejadian, cerai 372.577 kejadian. Tahun 2013 : menikah 2.218.130 kejadian, cerai 382.231 kejadian.
Data dari Kementerian Agama RI itu diambil data dua tahun terakhir di 2012 dan 2013 saja. Jika diambil tengahnya, angka perceraian di dua tahun itu sekitar 350.000 kasus. Berarti dalam satu hari rata-rata terjadi 959 kasus perceraian, atau 40 perceraian setiap jam dan hampir seribu kasus perceraian setiap harinya.
Menariknya kasus perceraian dalam lima tahun terakhir, 2010-2014, meningkat 52 persen. Sebanyak 70 persen perceraian diajukan oleh istri. Hal itu terutama karena ketidaksiapan menikah yang ditandai dengan rumah tangga tidak harmonis, tidak ada tanggung jawab, persoalan ekonomi, dan kehadiran pihak ketiga.
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) menyebutkan, angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat. Pada 2010-2014, dari sekitar 2 juta pasangan menikah, 15 persen di antaranya bercerai. Angka perceraian yang diputus pengadilan tinggi agama seluruh Indonesia tahun 2014 mencapai 382.231, naik sekitar 100.000 kasus dibandingkan dengan pada 2010 sebanyak 251.208 kasus.
Mungkin ini artinya perempuan kini lebih cerdas, ia punya kuasa atas nasibnya sendiri, dan tahu apa yang dilakukan jika pernikahan tak lagi layak diperjuangkan.

Related : Nikah - Arman Dhani

0 Komentar untuk "Nikah - Arman Dhani"